“EVALUASI EKONOMI GLOBAL DAN INDONESIA TAHUN 2019 UNTUK
OPTIMALISASI PADA TAHUN 2020”
Setelah pergantian tahun, banyak kalangan yang mulai berargumen
tentang bagaimana kinerja ekonomi Indonesia di tahun 2020. Namun, sebelum itu untuk
meninjau lebih lanjut bagaimana ekonomi nasional di tahun 2020 perlu melakukan
refleksi ekonomi nasional di tahun 2019. Mengingat capaian dan tantangan di
tahun 2019 akan memiliki dampak di tahun ini, baik melalui politik anggaran
pemerintah opsi kebijakan moneter Bank Indonesia, maupun minat investasi di
Indonesia.
Maka dari itu membahas ekonomi Indonesia tahun 2020 tidak dapat
dipisahkan dengan apa yang terjadi di tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2019,
ekonomi Indonesia mengalami tantangan baik eksternal maupun internal. Dari
eksternal, berasal dari permasalahan ekonomi Dunia. Sedangakan Internal,
sejumlah tantangan yang kerapkali dihadapi Indonesia yaitu perlambatan
pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, meningkatnya sektor informal, dan
tidak tercapainya pendapatan dari sektor perpajakan.
Dalam beberapa kesempatan pemerintah sudah menyatakan bahwa ekonomi
Indonesia sepanjang tahun 2019 hanya mampu tumbuh di kisaran 5.04% - 5.07% di
bawah target APBN sebesar 5.3%. Sedangkan konsumsi rumah tangga selama ini
berkontribusi rata-rata 54% - 56% terhadap pembentukan PDB Indonesia
Sejak agustus, banyak hipotesis bahwa Amerika Serikat diprediksi
masuk ke fase resesi sehingga menimbulkan kekhawatiran transmisinya ke
perekonomian global seperti halnya yang terjadi pada krisis Subprime-Mortgage
pada 2007-2008. Namun, di sejumlah indikator masih mampu berkinerja baik
seperti indikator angka pengangguran dan inflasi.
Misalnya, IMF beberapa waktu lalu merilis proyeksi pertumbuhan
ekonomi global 2019 direvisi ke bawah menjadi 3%. Sementara itu, Bank Dunia
juga merevisi target pertumbuhan ekonomi 2019 menjadi 2,6%. Perang dagang
Amerika Serikat-Tiongkok menjadi penyebab utama mengapa ke dua lembaga internasional
ini men-downgrade pertumbuhan ekonomi 2019 dengan tetap melihat adanya arah
perbaikan di 2020 ini.
Risiko adanya resesi global masih sangat terbuka. Meskipun
kemungkinan yang lebih riil ialah perlambatan ekonomi global yang ditunjukkan
dengan adanya tren melambatnya volume perdagangan dunia, aktivitas manufaktur
global, melambatnya pertumbuhan investasi dan capital expenditure (capex) di
sektor manufaktur global. Sepanjang 2019, Indonesia sudah merasakan dampak
perlambatan ekonomi global melalui ke tiga jalur tersebut.
Menurunnya volume perdangan dunia berdampak pada melambatnya
kinerja ekspor nasional. Sementara itu, fluktuasi dan volatilitas pasar
keuangan dunia juga sempat kita rasakan dengan volatilitas pergerakan nilai
tukar rupiah. Melambatnya permintaan global juga membuat terbatasnya ruang
ekspansi usaha dan investasi dalam aliran modal FDI ke negara emerging market. Selama
ini ekonomi Indonesia pascareformasi diuji sejumlah external-shock seperti
melonjaknya harga minyak mentah dunia di atas US$100/barel, krisis Suprime
Mortgage, krisis utang Eropa, dan perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok.
Ekonomi Indonesia menunjukkan tingkat daya tahan (resiliency) yang
sangat baik di antara negara-negara emerging market lainnya. Hal ini pula yang
menjadi bekal dan optimisme bagi ekonomi nasional untuk menghadapi risiko
gejolak ekonomi global pada tahun 2020 ini. Hal ini juga tercermin dalam
sejumlah indikator tingkat, baik indeks keyakinan konsumen dan indeks kondisi
ekonomi dalam level optimistis di sepanjang 2019. Tidak lupa juga, swasta
nasional perlu diperkuat perannya terutama sinergi dengan BUMN.
Selain itu, UMKM dan koperasi juga perlu terus diperkuat agar
ekonomi Indonesia memiliki tidak hanya daya tahan, tetapi juga daya saing di
tengah arus perlambatan ekonomi global.Di sisi lain, pemerintah telah
menyampaikan 5 program prioritas pembangunan selama tahun 2020, yaitu
pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan segala bentuk
regulasi dan perizinan, transformasi ekonomi, dan penyederhanaan birokrasi.Ke
lima program prioritas tersebut telah diterjemahkan dalam pos belanja
kementerian/lembaga dan alokasi dana transfer ke daerah, termasuk dengan dana
desa dalam postur APBN pada tahun 2020 ini.
Tentunya efektivitas program prioritas di lapangan untuk memperkuat
fundamental dan daya saing nasional akan sangat ditentukan sejumlah faktor
pendukung, seperti kualitas koordinasi dan saling support pusat-daerah, sistem
dan prosedur mengurangi inefisiensi dan high cost economy, serta pelibatan sebesar
mungkin pelaku ekonomi.Fokus pada program-program yang memiliki dampak langsung
terhadap menjaga daya beli masyarakat, kesejahteraan, penciptaan lapangan
kerja, penguatan industrialisasi, dan mendorong pemanfaatan teknologi dalam
sistem produksi nasional perlu terus diperkuat pada tahun 2020 ini.
Komentar
Posting Komentar